Jember, Bangsapedia.com - Suatu hari, Abdul Kahar Muzakar melihat seseorang sedang merokok cerutu di sudut Resto Taman Botani Sukorambi.
Dia mendekatinya dan bertanya. “Le, sudah berapa lama merokok cerutu,” ucapnya mengingat masa awal mengembangkan bisnis cerutu.
“Baru coba sekarang, biar kayak bos,” jawab orang itu menunjuk foto Pak Kahar dengan cerutunya.
Saat itu juga, Kahar langsung menelpon karyawannya agar menambahkan merk cerutunya dengan nama Boss Image, seperti bos. Sekarang dikenal dengan Boss Image Nusantara (BIN).
Pria yang sudah berambut putih itu dikenal dengan tobacco man. Seorang tokoh pengusaha yang pakar di bidang tembakau.
Usianya sudah cukup tua, namun pemikirannya tetap saja segar seperti anak muda. Sambil memegang cerutu, Kahar bercerita tentang industri cerutu di Jember.
Cerutu memang berbeda dengan cigaret, ia bisa mengangkat gengsi seseorang.
Bahkan, mungkin ekspektasi saat meroko cerutu sudah seperti Che Guevara atau Fidel Castro. Terasa gagah dan keren sekali.
Selama ini, cerutu yang dikenal hanya dari Kuba, Belanda atau Jerman. Padahal, Jember merupakan Kabupaten penghasil cerutu di Indonesia.
Bahkan bahan baku cerutu sudah dieskpor ke berbagai Negara. Mulai dari Eropa, Jerman, Amerika dan lainnya.
Berkembangnya bisnis cerutu tidak lepas dari para eksportir tembakau ke berbagai Negara.
Setiap eskportir memiliki klien tersendiri. Saat klien itu datang, mereka selalu membawa cerutu.
“Cerutu yang dibawa itulah yang dicoba oleh tokoh perokok Jember hingga mereka terbiasa,” Jelas Kahar.
Eskportir sendiri, kata dia, hanya menjual tembakau sebagai bahan baku cerutu.
Yakni Daun kering untuk bahan cerutu, khususnya dekblad dan omblad, filernya juga diambil dari tembakau besuki naa ogst Jember.
Cerutu berbeda dengan cigareete, sebab dibuat dengan daun tembakau yang halus dan tipis.
“Dekblad dam ombladnya memerlukan bahan yang utuh, satu lembar daun. Harus elastis, warnanya coklat muda, perbedaan cerutu dengan cigarette mulai dari bahan baku hingga proses pembuatannya,” terangnya.
Untuk mendapatkan bahan yang cocok , masih dilakukan sortasi yang detail.
Awalnya, luas areal tanaman tembakau cerutu 26 ribu hektare, setelah panen, diekspor ke Eropa.
Namun, seiring perkembangan jaman, luas lahan itu menyusut karena permintaan pasar yang terus berkurang. Sekarang, luas lahan itu menjadi 3000 hektare.
Sejak tiga tahun terakhir, tantangan cerutu terus bertambah. Sebab, pabrik cerutu di Eropa ingin merubah produksinya sesuai dengan daya beli warga Eropa, yakni praktis dan ekonomis.
Diakuinya, harga cerutu memang tidak murah dan kondisi ekonomi terus menurun.
Produk yang mereka buat seperti cerutu kecil yang daya pakainya hanya sekitar lima menit.
Berbeda dengan cerutu yang bisa habis selama dua jam. “Itu tidak terlalu njelimet prosesnya, harganya lebih murah, tetapi tidak sesuai dengan produksi yang disini,” akunya.
Kemudian, honor tenaga kerja terus menigkat, biaya produksi juga terus bertambah setiap waktu.
Semua perubahan itu membuat produksi tembakau cerutu tidak bertemu dengan pasar.
Pembeli minta murah, sedangkan biaya produksi tetap mahal.
Hal itulah yang menyebabkan minat petani tembakau mengurangi lahan tanamannya.
Mereka berhitung untuk tanam tembakau cerutu karena tidak mau merugi. Apalagi persyaratan industry cerutu juga berubah dan cukup ketat.
“Biaya produksi satu hektar tidak akan bisa turun, tetapi meningkat terus,” paparnya.
Hal itu membuat petani dan eksportir daun tembakau cerutu mengalami lesu.
Akhirnya mereka terpikir untuk membuat produk cerutu untuk menyeimbangkan pasar.
“Memang tidak mudah, karena Indonesia perokok kretek, bukan cerutu. Sehinga perlu promosi terus menerus,” jelasnya.
Koperasi TTN pun kemudian bergerak di produksi cerutu sekitar empat tahun yang lalu.
Yakni bernama BIN dan memiliki 25 produk cerutu dengan berbagai variasi bentuk dan rasa.
Misal Bosluck Robusto, Bosluck Corona, Bosluck Half Corona, Maumere, El Nino, Mondlicht, Cigarmaster, Merubetiri, Jember Cigar dan lainnya.
Permintaan produk cerutu masih tidak terlalu luas, namun ada beberapa Negara yang membeli, seperti China, Malaysia.
Di Indonesia masih tersebar di beberapa kota, misal Jakarta dan Bali. Para perokok cerutu lebih kritis, mereka peka dengan rasa.
“Orang sebelum merokok dicium dulu, mau rasa apa, ada yang rasa cappuccino,” akunya.
Proses pembuatan cerutu dilakukan dengan cara yang sehat dan professional.
Cara merokonya juga berbeda dengan cigarette, yakni asapnya diluarkan dari mulut dan hanya sebagai kumur mulut.
“Perokok cerutu kritis, selalu ada complain masuk, misal kurang keras dan terlalu ringan. Disini sudah ahlinya, itu tergantung cara menggulungnya,” terangnya.
TTN berani menproduksi cerutu sendiri karena sudah mampu mengadakan bahan bakunya sendiri.
Benih bahan cerutu pelihara sendiri dan ditanam sesuai dengan kebutuhan. Mulai dari Tembakau Sumatra(TS), Tembakau Havana (TH) dari Kuba, Tembakau Connectikan (TC) dari Amerika.
Kendati pasar cerutu sedang lesu, namun para pelaku cerutu Jembr optimis bisa terus berkembang.
Perlahan, cerutu akan menjadi budaya di masyarakat.
“Saya dirumah rokok cerutu tidak gampang, istri melarang karena pertimbangan kesehatan, akhirnya kalau ada kesempatan lain merokok atau pas melamun,” tuturya yang mulai merokok cerutu sejak sejak umur 44 tahun.